Sahabat Tiriku mengperkosa Diriku |
Cerita Dewasa - Pemakaman sahabat karibku Niko membuatku harus bertemu dengan seseorang yang telah menggoreskan luka hati yang teramat dalam. Erfina istri sahabat karibku yang tak lain adalah orang yang pernah mengisi kekosongan relung hatiku dengan kasih dan sayangnya.
Kami pernah memiliki mimpi akan masa depan yang begitu indah, dengan membangun sebuah keluarga kecil yang sempurna. Namun nampaknya kesempurnaan itu memang hanya milikNya semata. Semua mimpi-mimpi indahku terampas oleh sebuah perselingkuhan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.Dua hari yang lalu, bekas teman satu almamaterku yang juga sahabatku, Winda memberi kabar duka cita bahwa Niko meninggal dunia. Darinya aku mengetahui bahwa Dua minggu lalu Niko mengalami kecelakaan lalu lintas. Oleh dokter ia di diagnosa mengalami cedera kepala berat atau gegar otak.
Semenjak itu ia tidak sadarkan diri dan mengalami koma. Terhenyak aku mendengar kabar duka tersebut. 7 tahun sudah aku berusaha melupakan namanya. Ya, Niko sahabat baikku, yang selama ini telah aku percaya melebihi saudara, tetapi telah begitu tega merampas semua mimpi-mimpi dan kebahagiaanku. Ia juga merebut wanita yang begitu aku sayangi, Erfina. Roda-roda pesawat yang aku tumpangi dari Jakarta menjejak dengan sempurna di runway Bandar Udara International Ngurah Rai Bali. Cuaca begitu cerah dengan angin yang berhembus lembut. Namun segala kenangan pahitku di pulau ini begitu menyesakkan dada, sehingga aku harus menarik nafas panjang.
Entah dorongan apa yang membuatku mau kembali ke sini. Walau aku membencinya, tetap masih ada satu ruang kosong di sudut hatiku, mencintai Erfina. Naluri mendorongku untuk berada di sisi orang yang pernah kusayang di saat terberat dalam hidupnya. Setelah mengambil travel bag yang tidak seberapa besarnya, kulihat Winda di kejauhan menyambutku di pintu keluar terminal kedatangan domestik. Winda seorang wanita yang cerdas, sifatnya periang,walau cenderung tomboy, namun Winda memiliki paras yang cantik dengan tubuh mungilnya yang aduhai.
Mengingatkanku akan Yuni . Kehadirannya selalu mampu menghidupkan suasana dengan segala celotehan dan keisengannya. Walau kita berdua saling dekat dan mengagumi kepribadian masing-masing, namun tidak pernah ada cerita cinta di antara kita berdua. Belum mungkin. Hehehe. Winda lebih memilih Arya seorang calon dokter sebagai kekasih yang saat ini menjadi suaminya. Aku pun mengenal Arya dengan baik. Persahabatanku dengan Winda dan Niko di karenakan kami berasal dari satu fakultas yang sama, dan yang lebih mempererat persahabatan kami, kami memiliki satu hobby yang sama yaitu traveling.
Winda menyambutku dengan senyum khasnya, walau terlihat sedikit gurat duka di wajahnya. kami saling mencium pipi. Hal ini biasa kami lakukan mengingat kedekatan hubungan kami. Winda lalu mengajakku menuju mobilnya yang terparkir di area parkir. Winda berniat mengantarku ke Hotel tempatku menginap di kawasan Pantai Jimbaran. Sepanjang perjalanan, Winda menceritakan tentang kehidupan Niko dan Erfina selama rentang 7 tahun ke belakang sampai kejadian kecelakaan yang Niko alami. Mereka menikah tidak lama setelah kejadian malam laknat itu. Kehidupan mereka sering dibumbui pertengkaran, karena ternyata Erfina masih sangat mencintai ku dan menyesal dengan perbuatannya. Dari Winda pun baru aku tahu jika ternyata kejadian malam itu adalah perbuatan mereka yang pertama kali dan tidak pernah berselingkuh sebelumnya. Erfina malam itu hanya sedang butuh teman ngobrol karena sedang menghadapi masalah di kampusnya.
Karena pada saat itu aku sedang berada di Lombok, ia pun curhat pada Niko, entah karena terbawa suasana atau apa, terjadilah hal yang akhirnya mereka sesali. Aku menarik nafas panjang dan lebih banyak diam mendengarkan Winda bercerita. Hanya sesekali aku menanggapinya. Itu pun hanya singkat saja. Jam sepuluh pagi, matahari mulai memancarkan panasnya di area pemakaman Mumbul, Badung Bali. Acara pemakaman Niko sudah dimulai. Peti jenazah berwarna putih terlihat berada di atas lubang kubur yang sudah terbuka. Di sebelahnya, seorang pemuka agama tampak tengah membacakan doa. Di sekeliling lubang kulihat keluarga dan para pelayat yang sebagian ku kenal juga. Mereka menundukkan kepala, ikut merasakan suasana kesedihan dari keluarga yang berduka. Tepat di sebelah peti jenasah, kulihat Erfina berdiri diapit kedua mertuanya. Wajahnya masih memperlihatkan paras yang cantik dan terpancar keanggunan yang pernah aku gila-gilai. Bibir tipisnya tersaput lipstick berwarna merah bata. Rambutnya kini hanya sebahu berpotongan bob. Sebagian poninya menutupi wajahnya yang menunduk memancarkan kesedihan. Tubuh rampingnya dibalut dress hitam berpotongan sederhana, makin memancarkan aura cantik yang dimilikinya. Di sebelahnya kulihat sosok anak laki-laki yang kutaksir berusia 5 tahun dan menggandeng tangan Erfina. Wajahnya mirip sekali dengan Niko. Sosok Erfina tetap lekat kupandangi dari balik Ray Ban Aviator yang kukenakan. Aku berdiri agak jauh, sekitar 5 meter di depannya. Di belakang beberapa pelayat dan Winda berdiri di sebelahku. Ketika pemuka agama selesai membacakan doa, Erfina mengangkat kepalanya yang tertunduk dan tanpa sengaja pandangannya menangkap sosokku di belakang beberapa pelayat yang ada di hadapannya. Ia tampak terkejut melihat keberadaanku di tempat itu. Aku segera menganggukkan kepala sambil tersenyum. Terlihat Erfina mencoba tersenyum padaku, namun kikuk.
Semenjak menyadari kehadiranku di acara pemakaman suaminya, Erfina terlihat sering mencuri pandang ke arahku. Jujur melihat nya saat itu, terbersit kembali rasa sayangku padanya. Ingin ku pergi memeluknya dan memberikan penghiburan di saat sedih seperti ini. Namun luka batin yang telah tergores, sudah terlalu dalam menyayat dan terasa menyakitkan. Perselingkuhan Erfina dan Niko sulit untuk kumaafkan. Pandanganku pun kosong teringat kejadian malam laknat tujuh tahun silam. Sudah seminggu aku tergabung menjadi tim relawan yang terdiri dari beberapa kelompok Mapala dari berbagai universitas dibantu aparat TNI, Polri dan SAR untuk mencari keberadaan salah satu pendaki yang hilang di Gunung Rinjani, Lombok. Selama seminggu itu pula aku bersama tim ku mendaki Rinjani, menyusuri setiap tebing dan lembah dan berusaha mencari petunjuk akan keberadaan pendaki tersebut. Cuaca yang sering kali tidak menentu dan medan yang berat makin menyulitkan pencarian kami. Fisik dan mentalku benar-benar terforsir dalam misi kemanusiaan ini. Tepat pada hari kedelapan, tim lain yang terdiri dari gabungan TNI dan beberapa mahasiswa pencita alam dari universitas lain menemukan pendaki itu. Ia terperosok ke salah satu jurang dekat dengan Danau Segara Anak. Sayangnya nyawa pendaki tersebut tidak dapat di selamatkan. Ia mengalami hypothermia dan patah tulang di beberapa bagian akibat terperosok jurang sedalam 75 meteran. Mendengar kabar di temukannya pendaki tersebut, batinku pun gembira karena akan segera pulang dan bertemu kembali dengan kekasihku Erfina. Seminggu tidur di tenda dengan cuaca yang begitu dingin membuatku selalu teringat akan kehangatan yang Erfina berikan setiap kali kita bersetubuh.
Aku rindu untuk memagut bibirnya yang tipis. Menelanjangi dan terus menyetubuhinya sampai pagi di kamar kost ku seperti yang biasa kami lakukan kalau sedang birahi. Walau bertubuh ramping, dan payudaranya hanya berukuran 34 A. namun bentuk payudaranya bulat sempurna. Puting susunya mencuat berwarna merah muda. Sering aku menghisap puting itu sampai kadang Erfina berteriak kesakitan karena aku terlalu bernafsu menghisapnya.
Bokongnya putih bulat yang sering aku topang dengan kedua tanganku ketika kami bersetubuh dengan posisi berdiri. Erfina memiliki sex appeal yang tinggi. Ia mampu mengimbangi permainan seks ku sampai pagi. Untuk urusan seks, aku memang memiliki stamina yang tinggi karena aku mengimbanginya dengan makanan yang sehat dan tidak merokok.
Di dukung lagi dengan aktifitasku yang senang olahraga petualang yang mebuat masa otot tubuhku pun mengeras. Ukuran penisku pun termasuk besar dengan urat-urat yang menonjol. Sering sekali kulihat liang vagina Erfina begitu sesak menampung batang penisku. Namun Erfina menikmatinya.
Aku teringat saat aku memperawaninya pertama kali dua tahun yang lalu. Kami sama-sama berusia 19 tahun saat itu dan sama lugu untuk urusan seks. Kami sudah berpacaran satu tahun dan pada akhirnya memutuskan untuk melakukan hubungan badan setelah kami yakin dengan hubungan kami.
Tersenyum aku ketika kuingat bagaimana sulitnya batang penisku yang besar menembus selaput dara Erfina. Liang vagina sempit yang ditumbuhi bulu halus yang masih jarang harus terkuak disesaki dengan batang penisku yang memompa dengan semangatnya. Rintihan Erfina begitu keras terdengar, aku takut jika ada penghuni kost lain mendengar rintihan kami siang itu.
Setelah setengah jam aku menyetubuhinya, dan hanya bergaya misionaris saja, aku mengalami ejakulasi yang pertama. Spermaku ku tumpahkan di atas perut Erfina karena ia masih belum siap untuk hamil. Semenjak aku memperawaninya, hampir setiap hari kami bersetubuh. Sebelum keberangkatanku ke Lombok, aku sempat membeli sepasang cicin emas dan tergrafir namaku dan Erfina. Ku beli dengan nilai rupiah yang cukup tinggi, hasil dari usahaku menabung selama beberapa tahun. Dengan sepasang cincin tersebut aku berencana meningkatkan hubungan kita pada tahapan yang lebih lanjut. Ya aku akan melamarnya menjadi istriku ketika lulus nanti. Siang itu aku pun berangkat dari Lombok bersama teman-temanku dengan menumpang truk milik TNI dan rencananya akan tiba di kota Denpasar pada malam hari. Senang hatiku karena akan bertemu kekasih hatiku. Pukul satu dini hari aku tiba di kota Denpasar, lalu aku langsung menuju tempat kost Niko untuk mengambil kunci kamar kost ku yang kutitipkan padanya. Aku berjalan kaki dari kampus dengan menggendong carrier yang cukup besar menuju tempat kost Niko yang berjarak sekita 1 km dari kampus. Tiba di tempat kostnya, suasananya sangat sepi. Waktu itu berbarengan dengan jadwal libur akhir semester, jadi sebagian penghuni kost tersebut menyempatkan diri pulang ke kampung halamannya masing-masing. Rumah orang tua Niko di Kuta Selatan, sebenarnya tidak terlalu jauh dari kota Denpasar, namun ia memutuskan untuk kost dengan alasan ingin belajar mandiri. Lagi pula ia memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan dengan ayah tirinya. Kepulanganku tidak kuberitahukan pada Niko dan Erfina. Aku ingin memberikan kejutan pada keduanya.
Aku berjalan menyusuri deretan kamar kost yang sebagian kosong ditinggal penghuninya pulang kampung. Kamar kost Niko terletak di paling ujung belakang komplek kost ini. Tiba di depan kamar kost Niko, aku urungkan natku untuk mengetuk pintu kamar ketika kudengar suara orang yang sedang berbisik di dalam kamar. Dan kulihat ada sepasang sandal wanita di depan pintu.
Ah sialan, Niko lagi indehoy dengan Mita kayaknya, aku membatin. Niko memang memiliki seorang kekasih bernama Mita yang berasal dari Surabaya. Mita kuliah di Fakultas Sastra, Di Denpasar Mitha juga kost, tetapi letaknya sekitar 3 km dari tempat ini. Mita berperawak sedang cenderung montok. Tingginya hanya 155 cm namun memiliki paras yang manis. Kulitnya sawo matang.
Aku tidak mau mengganggu aktifitas Niko. Walaupun sahabat, aku tak mau mencampuri privasinya. Ku turunkan carrier dari punggungku dan meletakkannya perlahan ke lantai teras kamar. Aku pun duduk di lantai bersandar di dinding sambil melepas lelah.
Sayup kudengar desahan nafas yang memburu dari dalam kamar disertai suara rintihan wanita yang merasakan nikmatnya persetubuhan. Sambil tersenyum, aku membayangkan tubuh Mitha yang sintal tengah di genjot oleh Niko yang bertubuh kurus. Cahaya lampu di dalam kamar tetap menyala walau temaram. Suara nafas dari dalam kamar makin lama makin memburu di selingi suara teriakan kecil yang tertahan, suara derit tempat tidur kayu juga semakin riuh terdengar, menandakan serunya aktifitas di atasnya.
Tiba-tiba aku di kejutkan suara teriakan Niko yang tertahan menyebut nama Fina. Setahuku pacar Niko bernama Mita, kenapa memanggil Fina? Rasa penasaranku pun terusik. Secara perlahan ku tarik kursi kayu yang ada di teras mendekati jendela. Aku pun berdiri di atas kursi kayu, berusaha mengintip ke dalam kamar melalui ventilasi udara di atas jendela. Ketika aku berhasil melihat ke dalam, sungguh pemandangan meyesakkan dada yang aku dapati di atas ranjang Niko.
Di bawah sinar lampu aku mendapati sosok Niko yang tengah bersemangat menyetubuhi Erfina kekasihku. Erfina tergolek pasrah, terlentang di bawah tubuh Niko. Tangannya mencengkram erat rangka tempat tidur di atas kepalanya. Payudaranya terpampang dengan jelas dan mulut Niko dengan bebasnya menjilat putting susu Erfina.
Kepala Erfina menengadah ke atas dengan mata setengah terpejam namun mulutnya terbuka sambil mengeluarkan rintihan tak beraturan. Dibagian bawah tubuhnya, Pantat Erfina diganjal dengan bantal sehingga bukit kemaluan yang ditumbuhi bulu halus terlihat menyembul.
Sempitnya liang vagina Erfina yang biasanya di masuki batang penisku, malam ini penuh sesak oleh batang kemaluan Niko yang terlihat basah keluar masuk memompa rongga kewanitaan Erfina. Pinggul Niko terlihat cepat melakukan gerakan mendorong dan menarik. Yang menyedihkan lagi, pinggul Erfina terlihat ikut bergoyang ke kiri ke kanan mengimbangi sodokan Niko menandakan Erfina ikut menikmati persetubuhan itu.
Mendidih darahku di buatnya, segera saja ku terjang pintu kamar itu dengan tendangan kakiku. Pintu terbuka dengan paksa dan merusak kunci-kuncinya. Erfina dan Niko kaget bukan kepalang. Keduanya meneriakkan namaku berbarengan.
Karena badanku lebih besar, mudah saja kutarik badan Niko dari atas tubuh Erfina. Penisnya yang tertanam di liang vagina Erfina tercabut dengan paksa. Segera kuhantam wajah Niko dengan kepalan tanganku tepat di hidungnya dan termuncratlah darah segar.
Sumpah serapah dan ribuan nama penghuni kebun binatang yang bisa kuingat, keluar dari mulutku. Umpatan dan caci maki pada Niko dan Erfina meluncur dengan deras dari mulutku. Sungguh tega mereka berdua mengkhianati ku dan merampas kebahagiaanku. Kulihat Erfina shock, segera ia menarik sprei dan menutupi tubuhnya yang telanjang sambil meringkuk di pojok tempat tidur, Dengan mulai terisak, ia memohon ampun padaku.
Masih bertelanjang bulat, segera kutarik tubuh Niko keluar kamar. Terus Kuhujani tubuhnya dengan pukulan dan hantamanku yang bertubi-tubi. Perut dan wajahnya menjadi sansak hidup luapan emosiku malam itu. Niko tidak berani membalas, ia hanya berusaha melindungi tubuhnya sebisa mungkin .
Hampir saja kutimpa kepala Niko dengan kursi kayu yang ada di teras ketika dua orang penghuni kost lain yang mendengar keributan malam itu menahan tanganku dan kursi yang sudah kuangkat tinggi tinggi itu. Aku terus berontak ingin menghajar Niko yang sudah mulai terhuyung. Namun Bli Wayan sekuriti kampus yang kost di tempat itu juga serta Parjo, mahasiswa fakultas pertanian menahan tubuhku. Seorang penghuni kost lain Denis, mencoba menjauhkan Niko dari jangkauanku.
Sekilas kulihat penghuni kost yang tersisa keluar kamar, bahkan beberapa penghuni kost di luar komplek itu pun berdatangan ingin melihat keributan apa yang telah terjadi. Sumpah serapah terus keluar dari mulutku yang membuat orang-orang mulai mengerti apa yang terjadi. Gunjingan dan cemooh pun kini mengarah ke Niko.
Kulihat Niko memegangi hidungya yang berdarah sambil tertunduk. Tubuh nya di berih handuk oleh Denis agar tertutup. Niko tidak berani memandangku sedikitpun,. Ia hanya terdiam. Bli wayan dan Parjo terus menahan tubuhku dan menenangkanku. Ketika aku mulai tenang, mereka pun melepaskan ku. Aku masuk ke dalam kamar.
Kulihat Erfina masih meringkuk di sudut tempat tidur. Tangisannya meledak sambil menatapku penuh iba. Berjuta kata maaf dan ampun meluncur dari mulutnya. Aku hanya terdiam sambil menggeleng-gelengkan kepala perlahan. Mataku tajam menatap matanya. Hatiku benar-benar hancur.
Aku yang biasanya tegar pun akhirnya menangis. Jika lelaki sudah menangis, berarti dia sudah sangat tersakiti. Air mata meleleh keluar dari kelopak mataku. Ku usap air mata itu dengan punggung tanganku. Ku tengadahkan kepalaku untuk menahan air mata itu mengalir deras. Aku tidak mau terlihat lemah malam itu.
Kotak cincin yang dilapisi beludru, dan di dalamnya berisi sepasang cincin emas yang terpatri namaku dan Erfina, kuambil dari kantong jaket Mapalaku. Ku buka dan kupandangi kedua cincin itu dengan batin teriris. Kudekati tubuh Erfina dan kuraih tangannya. Tangisannya meledak lagi dan berusaha memelukku.
Tidak lagi di perdulikannya spreinya yang terlepas dan memperlihatkan kedua payudaranya yang menggantung bebas. Ku dorong tubuh Erfina dengan halus dan kututupi tubuh bugilnya dengan sprei. Kubuka dan kuletakan kotak cincin itu dalam genggaman tangannya . sambil menahan tangis aku pun berusaha tegar dan berucap
“Fi, aku menyayangi kamu sepenuh hati. Kamu satu-satunya gadis yang kucintai lebih dari apapun di dunia ini. Tapi tampaknya kamu lebih mencintai sahabatku. Aku tidak menyalahkan kamu, hidup itu penuh pilihan bukan?”
“semua mimpi-mimpi kita tentang masa depan, mulai malam ini akan aku kubur dalam-dalam. Aku hanya berharap kamu akan selalu hidup bahagia dengan sahabatku. Aku rela. Aku yakin Niko akan menjagamu dengan baik. “
“Jaga dirimu baik-baik. Jangan sia-siakan lagi orang yang mencintai kamu. Selamat Tinggal.”
Erfina menjerit memanggil namaku ketika kulepaskan tangannya , ia mencoba memegang tanganku namun kutepis.
“Ardi, maafkan aku !!!” teriaknya.
Aku berbalik dan keluar kamar, ku hentikan langkahku di hadapan Niko. Ku tepuk pundaknya perlahan. Niko tetap menduk.
“Tolong jaga Erfina baik-baik untukku. Sayangi dia seperti aku menyayanginya. Jangan sia-siakan dia” ucapku padanya.
Selesai mengatakan itu kuangkat carrier ke punggungku dan berjalan menuju tempat kostku. Beberapa orang menepuk pundaku. Dibawah cahaya purnama, hatiku hancur berkeping keeping. Harapanku sirna.
Aku langsung berkemas dan meninggalkan Bali dini hari itu juga menggunakan Elf menuju pelabuhan Gilimanuk, menyebrang ke Banyuwangi selanjutnya melanjutkan perjalan ke Jakarta di mana tempatku berasal. Tidak pernah lagi aku bertemu bahkan mendengar kabar Niko dan Erfina sampai dengan saat Winda menghubungiku dua hari yang lalu.
Prosesi pemakaman Niko pun berakhir, peti jenazahnya telah diturunkan ke dalam liang lahat. Jasad fana telah menyatu dengan bumi. Kulihat Erfina bersimpuh di sisi gundukan tanah merah sembari menabur bunga di pusara suaminya. Kemudian ia berdiri menyalami beberapa pelayat yang menghampirinya mengucapkan turut berbela sungkawa.
Aku pun membalikkan badan dan berjalan menjauhi kerumunan para pelayat menuju mobil Winda. Winda mengiringi di sisiku. Tiba-tiba ada suara halus yang sangat aku kenal dan rindukan memanggil namaku.
“Ardi tunggu….” Erfina memanggilku.
Langkahku terhenti. Winda memberi isyarat untuk meninggalkanku bersama Erfina. Aku berbalik badan dan kulihat Erfina sudah di belakangku meninggalkan kerabatnya. Anaknya di titipkan ke mertuanya. Aku mencoba tersenyum padanya. Getir.
“Ardi…..,” Erfina tidak melanjutkan kalimatnya.
“Ada yang ingin aku sampaikan,” lanjutnya lagi.
Aku tahu dia akan membahas kejadian tujuh tahun silam
“Erfina, aku rasa saat ini waktunya tidak tepat. Aku tahu apa yang akan kamu bicarakan,” jawabku.
“Aku minta maaf di…” Erfina meratap.
“Ssttt……jangan bicara begitu lagi. Aku sudah memaafkan kamu jauh sebelum kamu minta maaf, jadi tidak ada yang perlu di bicarakan lagi.” “Aku turut berduka cita akan kematian Niko. Aku harap kamu tabah dan bisa menerimanya sebagai kehendak sang Khalik.”
Erfina terisak, kulihat air matanya menggenang di kelopak matanya yang bening, dan akhirnya meleleh di pipinya. Kusapu air mata itu dengan jariku. Tersentuh kulit pipinya yang halus. Erfina makin terisak.
“Sudah jangan menangis, anakmu sangat membutuhkanmu saat ini, Aku pun sudah melupakan kejadian malam itu. Kejadian itu membuat aku lebih menyadari arti hidup yang sesungguhnya. Tidak semua yang kita cintai bisa kita miliki.”
“Salamku untuk kedua orang tuamu.”
Aku berniat membalikkan badan ketika Erfina menahan tanganku. Pada saat itu lewatlah beberapa pelayat yang melihat kejadian itu. Segera saja kutepis tangannya dengan perlahan.
“Sudah lah Fi, janganlah kita terjebak masa lalu. Kamu harus melanjutkan hidupmu yang masih panjang.” “ Jadilah ibu yang baik untuk anakmu. Biarlah kenangan yang kita miliki menjadi kenangan terindah yang pernah kita miliki.”
“Selamat tinggal,” Tutupku.
Akupun melangkah menjauhinya untuk menuju mobil Winda yang telah menungguku, Erfina menatap punggungku sambil terus terisak. Dari audio mobil yang membawaku ke Bandara, terlantun suara merdu Momo.
Terima kasih tuk luka yang kau beri
Ku tak percaya kau tlah begini
Dulu kau menjadi malaikat di hati
Sampai hati kau telah begini
* berkali-kali kau katakan sendiri
Kini ku tlah benci, cintaku tlah pergi
Pergi saja kau pergi, tak usah kembali
Percuma saja kini hanya mengundang perih
Cukup tahu ku dirimu, cukup sakit ku rasakan kini
Janji yang selalu ku ingat hingga mati
Kau setia hingga ku kembali
ConversionConversion EmoticonEmoticon